Kebahagiaan (Teman Saya) Yang Mahal

Haiii. Ini udah ganti tahun ternyata, dan kelupaan gak update blog. What's up?
Saya sibuk dengan kerjaan. Dari Januari sampai akhir Mei digeber terus sama tugas luar kantor, rute saya kemarin ke Kendari dan Banten.
Oh iya, ada berita gembira... Saya mendapatkan tugas belajar dari kantor. Thanks God! Ke negara mana? Gak jauh buk ibuk, ke Salemba doang koq 😀 Ada yang nanya, koq gak daftar ke luar negeri sih, kan TOEFLnya cukup. Jawabnya : memang yang dikasih kantor itu adanya beasiswa dalam negeri, belom ada lowongan buat yg keluar negeri, itu aja udah beruntung banget saya bisa baca pengumuman pendaftaran (biasanya selalu telat infonya) dan syukur2 juga saya memenuhi persyaratan.
Pas daftar ulang ada yang nanya lagi, koq gak ngambil MM aja sekalian yg mahal. Jawabnya, duh saya gak mikir sejauh itu. Saya ambil jurusan yang ada hubungannya sama kerjaan, dan itu juga udah syukur kantor ngijinin 😅
Jadi mulai bulan depan saya jadi mahasiswa lagi. Doain lancar ya studi saya. Bahagia? Iya, Alhamdulillah. Ada cemasnya juga sih karena kebetulan gak sesuai background pendidikan S1 saya. Gimana lagi, saya emang kerjaannya gak sesuai jurusan kuliah, hahaha. S1 hukum tapi selalu kerja di lembaga keuangan.
Speak of bahagia, sesuai judulnya, saya mau cerita tentang kebahagiaan ala teman saya. Yang mahal. Yang mungkin menurut saya gak masuk akal. Tapi dia bahagia. ya sudahlah.
Teman saya berhijab, dia punya rolemodel seorang desainer baju muslim bernama Ria Miranda. Pernah dengar nama itu kan. Segala gaya Ria Miranda dia ikuti, semua produknya dia beli. Pun, dia mengikuti klub pecinta Ria Miranda bernama Ria Miranda Loyal Customer.
Awalnya saya abai, saya bukan pecinta fashion, saya pernah dengar sih harganya baju RM itu mahal, dalam bayangan saya ah mungkin 600 ribu sampai 1 jutaan deh harganya. Sampai bulan lalu ada launching koleksi baru dan teman saya ini meminta bantuan saya buat gercep beli koleksinya yang dijual secara online. Dia khawatir kalah cepat karena pesaingnya pasti dari seluruh Indonesia (lebay kan). Untuk menyenangkan hatinya saya bilang okay. Dan pada saat itulah saya baru tau harga baju RM yang sesungguhnya, saudara2, 1,3 - 2,5 juta. Mampusss. Dan teman saya tetap borong. Dia sampai punya kartu kredit khusus buat urusan per-Ria Miranda-an ini.
Dari ortu, suami, sampai sesama teman di klub RM udah warning, tapi dia tetep kekeuh dengan Ria Miranda sebagai pilihan hidupnya. Dia bilang : itu kebahagiaan ku. Kebahagiaan yang hanya dia dapatkan dengan berkumpul bersama sesama sosialita penggemar produk tersebut. Dia merasa dikucilkan di kantor. Dia merasa diterima di klub itu. I know what's really going on, karena kami pernah sekantor dulu. Dan sebenarnya dia dipinggirkan bukan karena penampilan sehingga dia harus mati2an mengupgrade dirinya dengan baju branded. It's all about her attitude. Tapi bagaimana ya menasihatinya... saya susah juga nyari sela untuk bicara dan menasihati, karena dia selalu playing victim.
Orang selalu nanya ke saya, temanmu itu gak pernah kamu bilangin ya. Gimana bilangnya ya, dia anti kritik. Bahkan kemaren pagi saya jadi sasaran kemarahan karena saya menghina koleksi RM yang saya bilang mirip daster saya di rumah. Dan ternyata baju itu sudah dia beli dan mau dipakai untuk lebaran hari pertama 😂
Padahal baru seminggu lalu dia mengeluh mulai jenuh dan bokek menuruti  belanja baju RM yang launchingnya jadi lebih sering (siapa juga yang nyuruh), dan suaminya sempat ngambek krn dia lebih concern ngurusin baju RM. Sampai2 dia bikin status di medsos bahwa dia akan berkomitmen tidak belanja baju RM lagi sampai akhir tahun ini.
Awalnya setiap dia ngajak saya untuk membahas kesakauan dengan koleksi baru RM, saya kasih screenshoot status dia di medsos. Karena gak mempan, saya ganti taktik, saya selalu beri opini jelek tentang semua baju RM yang dia bahas (she cannot stop discuss about it). Kemudian akhirnya begitulah resultnya, saya hina koleksi RM dan dia murka 😁 Lalu, saya buat deal, saya menutup pintu diskusi tentang baju terutama yang merk-nya RM.
Awalnya saya sempet upset juga dan sampai searching tentang seorang RM yang membuat banyak orang kecanduan. Tapi lalu saya sadar, buat apa sih. Dia gak salah koq. Desainer memang berhak mematok harga mahal untuk hasil karyanya, apalagi kalo memang karya itu bagus dan tingkat kerumitannya tinggi. Dia juga udah milih segmen dengan pasang harga segitu. Segmennya, ya orang yang ekonominya menengah keatas. Kalau ada yang middle2 agak nyungsep tapi maksain beli, ya itu salah orangnya. Pilihan kan ada di kita sendiri.
Demikian pula perihal kebahagiaan versi teman saya. Dia bahagia koq, meski itu mengancam kehidupan pribadi dan rumahtangganya. Ya udah lah terserah dia. Pun baju yang saya bilang mirip daster saya tapi harganya 2,xx Jeti... Menurut dia itu bagus dan worth to buy, dia suka, dan dia belinya juga bukan pake duit saya. Ya udahlah ya... Menurut anda, saya mesti bagaimana? 😅
Menurut saya, bahagia itu sederhana, tapi mungkin berbeda buat orang lain. Ada yang menganggap bahagia yang dicapai dengan penuh perjuangan itu jauh lebih memuaskan. Perjuangan itu kadang memang harus berkorban. Dan saya bukan orang yang cukup berani ambil resiko itu. Buat saya, kebahagiaan itu adalah ketika saya bersyukur dengan yang saya miliki. Saya mau berjuang untuk hal yang lain saja, bukan untuk selembar baju dengan logo desainer. Bagaimana dengan anda?
#julid #nyinyir di bulan puasa. Astagfirullah....

Komentar